PERKEMBANGAN
ANTOPOLOGI DI INDONESIA
Perkembangan antropologi Indonesia dimulai
dengan penelitian adat-istiadat, sistem kepercayaan, struktur sosial dan
kesenian dari suku-suku yang tersebar di seluruh wilayah nusantara sejak zaman
penjajahan Belanda. Tulisan-tulisan tersebut digunakan sebagai landasan
kebijaksanaan pemerintah Kolonial. Pada awal tahun 1800an negaranegara Eropa
Barat melakukkan kolonialisasi atas negara–negara Afrika, Asia dan Amerika hal
ini dikarenakan tujuan untuk 3 G (Gospel, Glory, Gold) dan yang paling penting
adalah mencari sumber-sumber daya alam baru khususnya rempah-rempah yang sangat
dibutuhkan masyarakat eropa pada saat itu. Menurut pandangan orang Eropa
bangsa-bangsa yang dijajah masih primitif, buas dan sering dikatakan
bangsa-bangsa yang masih asli, yang belum mengalami perubahan dan kemajuan.
Pada pertengahan abad 19 banyak ditemukan
tulisan mengenai aneka warna kebudayaan dan tingkat evolusinya. Deskripsi
mengenai suku bangsa di luar Eropa merupakan kebudayaan yang masih tradisional
dan merupakan sisa kebudayaan kuno. Pada awal abad ke 20 ilmu Antropologi
mengalami kemajuan, ilmu Antropologi dipergunakan oleh bangsa Eropa untuk
mempelajari adat-istiadat dan keabiasaan bangsa yang terjajah. Dengan
meangetahui data tentang kebiasaan itu dapat dipergunaklan untuk mempertahankan
kolonialismenya di negara yang dijajah tersebut. Sesudah tahun 1930an ilmu
Antropologi mengalami perkembangan luar biasa, dipengaruhi oleh metode ilmiah
dalam melakukan penelitian.
Ada pun beberapa tulisan tentang
masyarakat dan kebudayaan bangsa Indonesia banyak sekali ditulis oleh para
pegawai dari negara yang menjajah Indonesia seperti halnya Belanda dan Inggris.
Penelitian dan pengamatan antropologi di Indonesia telah ada sejak masa
penjajahan atau era kolonialisme. Pada abad ke 19, T.J. Willer, pegawai
pemerintahan dari Belanda menulis tentang masyarakat di Sumatera Utara, Riau,
Kalimantan Barat dan Maluku. Pada waktu Bengkulu dijajah Inggris, kepala
pemerintahannya, W. Marsden (1783), menulis tentang suku yang ada di Indonesia,
yaitu Minang Kabau, Rejang dan Lampung. Selain itu C. Snouck Hurgronje, seorang
ilmuan berkebangsaan Belanda yang memberikan gambaran tentang Aceh. Dia
meneliti tentang kehidupan masyarakat Aceh. Penelitian ini bermaksud untuk
mengungkapkan rahasia semangat juang masyarakat Aceh. Snouck sejak 1889
meneliti pranata islam di masyarakat pribumi aceh. Ia mempelajari politik
kolonial untuk memenangi pertempuran belanda di aceh.
Perkembangan antropologi, baik di barat
maupun di Indonesia saling berkaitan erat terhadap sejarah kolonialisme, dapat
dilihat dari tulisan-tulisan yang mereka buat. Para pegawai kolonial jaman dulu
wajib menulis laporan karakter masyarakat dan daerah yang mereka ambil sumber
daya alamnya di daerah jajahan Belanda, yang mana dari catatan-catatan itu
diberi nama etnologi, sebuah penggambaran watak khas masyarakat. Antropologi
timbul dari adanya rasa ingin tahu dari manusia terhadap manusia lain. Rasa
ingin tahu itulah yang mendorong manusia mengadakan perjalanan ke daerah lain.
Pascakemerdekaan, antropologi menjadi
kajian para intelektual di negeri sendiri dengan didirikannya Jurusan
Antropologi Universitas Indonesia, setengah abad lampau. Tepatnya, di akhir
September 1957, kajian antropologi hadir sebagai jurusan di lingkungan Fakultas
Sastra UI, diprakarsai Profesor Koentjaraningrat. Dia pula yang mendorong
berdirinya jurusan antropologi di berbagai universitas negeri lainnya di
Indonesia. Bedanya dengan masa kolonial, di era pascakemerdekaan antropologi
lebih dimaksudkan menjadi semacam alat bagi kita untuk belajar melihat dan
mengenal diri sendiri. Masalah mengenal diri sendiri bukan perkara mudah. Perlu
upaya lebih berat dan keras bagi Indonesia dibandingkan bangsa-bangsa lain,
mengingat Indonesia berpenduduk sangat besar dan majemuk sehingga rentan
disintegrasi. Itu semua merupakan bagian dari pergulatan para antropolog.
Terutama untuk menghadapi tantangan yang kian berat dengan adanya permasalahan
seperti multikuturalisme, kemiskinan struktural, korupsi tanpa henti,
konflik-konflik kepentingan golongan, kesenjangan sosial ekonomi,
ketidakpastian pelaksanaan hukum, dan jurang generasi. Belum lagi fenomena
global seperti liberalisasi ekonomi, seperti pada krisis ekonomi global yang
melanda dunia dan berdampak kepada Indonesia sendiri memudarnya ideologi serta
meningkatnya komunikasi lintas-batas negara serta budaya.
Keterkaitan antropologi di Indonesia
dengan ideologi nasionalisme dan perjalanan kapitalisme global berpengaruh
besar terhadap teori sosial yang berkembang di antara para ilmuwan lokal.
Konservatisme teori juga diwarisi oleh rezim penjajahan. Sampai sekarang
antropologi di Indonesia masih dipengaruhi oleh pemikiran kuno Belanda yang
berusaha mencari struktur sosial dasar di mana semua masyarakat Indonesia
dibayangkan mempunyai persamaan dalil regularitas padahal begitu banyak
permasalahanpermasalahan yang ada di Indonesia dan harus mencari solusi akan
permasalahan tersebut.
Melalui tangan Koentjaraningrat, salah
seorang pendekar ilmu kebudayaan Indonesia, antropologi Indonesia menjadi alat
penting untuk nasionalisme. Praktikpraktik kultural yang sangat bermacam-macam
dilihat menurut sebuah standar yang mengukur sejauh mana kehidupan seseorang
cocok dengan sebuah "kultur nasional" yang ideal. Antropologi diberi
tugas menggali "mentalitas budaya Indonesia" yang akan dijadikan
modal sosial untuk menyokong pembangunan.
Masyaraka Indonesia setelah reformasi
adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” dari tatanan kehidupan Orde
Baru yang bercorak masyarakat majemuk. Sehingga, corak masyarakat Indonesia
yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman sukubangsaa dan
kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya
mungkin dapat dilakukan dengan konsep multikulturalisme menyebar luas dan
dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bangsa
Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi
pedoman hidupnya, selain itu kesamaan pemahaman mengenai makna
multikulturalisme dan bagunan konsep-konsep yang mendukungnya.
Multikulturalisme adalah kebudayaan.
Pengertian kebudayaan harus dipersamakan atau setidak-tidaknya tidak
dipertentangkan antara satu konsep yang satu dengan lainnya. Karena
multikulturalsime itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Saya melihat
kebudayaan dalam perspektif tersebut dan karena itu melihat kebudayaan sebagai
pedoman bagi kehidupan manusia. Yang juga harus kita perhatikan bersama untuk
kesamaan pendapat dan pemahaman adalah bagaimana kebudayaan itu operasional
melalui pranata-pranata sosial. Multikulturalisme terserap dalam berbagai
interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang
tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan kehidupan
politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan
Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antar-manusia dalam
berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya akan merupakan sumbangan yang
penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.
Dengan demikian antropologi di Indonesia
memiliki peran sebgai konseptual dan teoretikal mampu untuk melakukan penelitian
dan analisis atas gejala-gejala yang menjadi ciri-ciri dari masyarakat majemuk
yang telah selama ini. Selain itu kajian-kajian etnografi sangat dibutuhkan
dalam perkembangan antropologi dewasa ini dan harus disesuaikan dengan upaya
pembangunan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang multikultural.
Penelitian etnografi yang terfokus dan mendalam, yang akan mampu mengungkap apa
yang adai dibalik gejala-gejala yang dapat diamati dan didengarkan, dan yang
akan mampu menghasilkan sebuah kesimpulan dalam mendukung pembangunan yang
bersifat nasional itu.
Selain itu pendekatan kualitatif dan
etnografi, yang biasanya dianggap tidak ilmiah karena tidak ada angka-angka
statistiknya digunakan dengan menggunakan metode-metode yang baku, karena
justru pendekatan kualitatif inilah yang ilmiah dan obyektif dalam
konteks-konteks masyarakat atau gejala-gejala dan masalah yang ditelitinya.
Dengan begitu antropologi Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lainnya. Kajian-kajian yang bersifat kedalam. Maksudnya adalah terfokus pada mengenali diri sendiri yakni masyarakat Indonesia yang sangat majemuk. Banyaknya permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat Indonesia yang majamukseperti multikuturalisme, kemiskinan struktural, korupsi tanpa henti, konflikkonflik kepentingan golongan, kesenjangan sosial ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, dan jurang generasi. Belum lagi fenomena global seperti liberalisasi ekonomi, seperti pada krisis ekonomi global yang melanda dunia dan berdampak kepada Indonesia sendiri memudarnya ideologi serta meningkatnya komunikasi lintas-batas negara serta budaya inilah justru menjadi kajian penting antropologi Indonesia. hal ini dimaksudkan sebagai usaha mencari solusi dari permasalahan tersebut dan sebagai dedikasi ilmu antropologi Indonesia dalam mendukung pembangunan yang bersifat nasional.
Dengan begitu antropologi Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lainnya. Kajian-kajian yang bersifat kedalam. Maksudnya adalah terfokus pada mengenali diri sendiri yakni masyarakat Indonesia yang sangat majemuk. Banyaknya permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat Indonesia yang majamukseperti multikuturalisme, kemiskinan struktural, korupsi tanpa henti, konflikkonflik kepentingan golongan, kesenjangan sosial ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, dan jurang generasi. Belum lagi fenomena global seperti liberalisasi ekonomi, seperti pada krisis ekonomi global yang melanda dunia dan berdampak kepada Indonesia sendiri memudarnya ideologi serta meningkatnya komunikasi lintas-batas negara serta budaya inilah justru menjadi kajian penting antropologi Indonesia. hal ini dimaksudkan sebagai usaha mencari solusi dari permasalahan tersebut dan sebagai dedikasi ilmu antropologi Indonesia dalam mendukung pembangunan yang bersifat nasional.
Berbeda dengan antropologi luar Indonesia
yang lebih keluar. Negara dunia ketiga menjadi subjek penelitian seiring
perkembangan ilmu antropologi itu sendiri yang awal mulanya sebagi ilmu yang
digunakan untuk melihat masyarakat-masyarakat di luar barat yang dianggap
“masyarakat primitive”.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Antropologi
Indonesia 1997 Koentjaraningrat Dan Antropologi Di Indonesia. Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia
Marzali, Amri 2005 Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta, Prenada Media
Koentjaraningrat 1987 Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta, Djambatan
Parsudi Suparlan 2002 Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Van Bremen, Jan. Eyal
Ben-Ari and Syed Farid Alatas 2005 Asian anthropology. London, Routledge
Van der Kroef, Justus M.
The Term Indonesia: Its Origin and Usage. Journal of the American Oriental
Society, Vol. 71, No. 3. (Jul. - Sep., 1951)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar